DEMA FUAD gelar Buka Bersama dan Talkshow Lintas Iman saat Ramadan

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan memperkuat sikap moderasi beragama di Pekalongan, terkhusus di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) gelar Buka Bersama bulan Ramadan dan Talkshow lintas iman yang bertempat di aula FUAD UIN Gus Dur Pekalongan. (Minggu, 17/03).

Dalam sambutannya, Nico Yuanda Rais, selaku Ketua Umum Dema FUAD menyampaikan bahwa kegiatan Talkshow Lintas Agama adalah kegiatan ke 2 setelah kegiatan Ngabers Mafad (Ngaji Bersama Mahasiswa FUAD) yang mana diselenggarakan oleh Kementerian Sosial dan Agama. Ia juga menuturkan bahwa pentingnya mempelajari moderasi beragama di kalangan mahasiswa sebagai bekal hidup bertoleransi di Indonesia. Ia juga berharap kepada seluruh peserta yang hadir untuk selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Ormawa FUAD, baik itu HMPS maupun UKM.

Dalam acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, seperti mahasiswa dari berbagai kampus di Pekalongan, dosen dan masyarakat sipil lainnya.

Adapun yang narasumber dalam talkshow yang bertema “Mainstreaming Moderasi Beragama dalam Dinamika Kebangsaan” adalah, yang pertama, Syamsul Bakhri , Ketua Umum Braindilog Sosiologi Indonesia, yang juga termasuk dosen UIN Gusdur Pekalongan. Yang kedua ada Pdt. Dwi Argo Mursito, selaku Ketua Badan Kerja Sama Gereja Kristen (BKSGK) Pekalongan. Narasumber ketiga adalah Kusnaeni, Ketua Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Kabupaten Pekalongan.

Syamsul Bakhri menjelaskan bahwa agama dengan beragama itu berbeda. Agama itu bersifat privat, sedangkan beragama itu sifatnya publik; yang mana cara sikap atau tindakan beragama kita dalam kehidupan sehari-hari.

“Belajar agama ya harus ada gurunya, gurunya yang jelas, jangan hanya dari internet saja, apalagi TikTok”. Imbuh Syamsul.

Dalam menjawab salah satu pertanyaan dari mahasiswa tentang sikap moderasi beragama di masyarakat agar tidak ekstrim kanan ataupun kira, Kusnaeni menjelaskan bahwa “Mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam menjawab tantangan moderasi beragama di masyarakat. Bagaimana cara agar (masyarakat) tidak ektrim kiri ataupun kanan, tapi moderat”. Tutur Kurnaeni.

Sejalan dengan Syamsul, Dwi Argo juga mengamini pernyataan dari Syamsul dan bercerita pengalamannya saat masih mahasiswa. “Ketika saya masih mahasiswa, saya pernah mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kampus (UKDW) yang berkolaborasi dengan UIN SUKA (Yogyakarta). Disitu saya bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai agama dan aliran.”

“Nah, dari hal semacam itu, saya bisa belajar cara pemikiran & cara pandang mereka secara langsung, bukan dari omongan orang lain”. Lanjut Argo.

Dalam statement terakhirnya, Argo mengatakan pentingya belajar kepada orang yang memang menguasai ilmunya. Bukan sekedar asumsi kita saja terhadap sesuatu.

“Dengan hal semacam itu, orang tidak akan mudah menyalahkan lainnya. Karena sudah tahu ilmunya”. Pungkas Argo.